5.1 Menguraikan
strategi produk-proses
Kotler
dalam bukunya Marketing Management (2009) mengemukakan bahwa ada delapan proses
pengembangan produk baru yaitu mencakup: pemunculan gagasan (idea generation),
penyaringan gagasan (idea screening), pengembangan dan pengujian konsep (concept
development and testing), pengembangan strategi pemasaran (marketing strategy
development), analisis bisnis (business analysis), pengembangan produk (product
development), pengujian pasar (market testing), dan komersialisasi (commercialization).
Dalam setiap tahapan proses tersebut, manajemen akan mereview dan mengambil
keputusan apakah lanjut atau menghentikan proses pengembangan produk baru
tersebut.
Gambar
1. Proses Pengembangan Produk Baru
Menurut
Kotler dalam buku Marketing (1987), langkah-langkah penting dalam pengembangan
produk yang terlihat dalam gambar 2.4 dijelaskan di bawah ini:
1)
Pemunculan gagasan (idea generation)
Pengembangan
baru dimulai dengan penelitian terhadap berbagai gagasan produk baru.
Pemunculan gagasan baru harus sesuai dengan jenis usaha perusahaan dan konsumen
sebagai salah satu sumber yang paling logis untuk mencari gagasan-gagasan
produk baru.
2)
Penyaringan gagasan (idea screening)
Tujuan
penyaringan adalah mengurangi banyaknya gagasan dengan mencari dan
menghilangkan gagasan buruk sedini mungkin.
3)
Pengembangan dan pengujian konsep (concept development and testing)
Suatu
ide atau gagasan yang lolos penyaringan selanjutnya dikembangkan menjadi
beberapa alternatif konsep produk. Dalam hal ini, konsep produk berbeda dengan
gagasan produk dan citra produk. Suatu gagasan produk adalah gagasan bagi
kemungkinan produk yang oleh perusahaan dianggap bisa ditawarkan ke pasar.
Suatu konsep produk adalah versi terinci dari ide yang diungkapkan dalam
istilah konsumen yang punya arti. Sedangkan suatu citra produk (image) adalah
gambaran khusus yang diperoleh dari produk nyata atau calon produk.
4)
Pengembangan strategi pemasaran (marketing strategy development)
Pernyataan
strategi pemasaran terdiri dari tiga bagian untuk memperkenalkan produk ke
pasar. Bagian pertama menjelaskan ukuran, struktur, dan tingkah laku pasar
sasaran, penempatan produk yang telah direncanakan, penjualan, bagian pasar,
serta sasaran keuntungan yang hendak dicari pada beberapa tahun pertama. Bagian
kedua dari pernyataan strategi pemasaran menguraikan harga produk yang
direncanakan, strategi distribusi, dan biaya pemasaran selama tahun pertama.
Bagian ketiga menjelaskan penjualan jangka panjang yang direncanakan, serta
sasaran keuntungan dan strategi bauran pemasaran selama ini.
5)
Analisis usaha (business analysis)
Bila
manajemen telah menentukan konsep produk dan strategi pemasaran, perusahaan
bisa mengevaluasi daya tarik usulan usaha itu. Manajemen harus menilai
penjualan, biaya, dan perkiraan laba untuk menentukan apakah mereka telah
memenuhi tujuan perusahaan. Jika telah memenuhi, produk bisa bergerak maju ke
langkah pengembangan produk.
6)
Pengembangan produk (product development)
Bila
konsep produk lolos dari uji analisis usaha, konsep itu lalu menuju riset dan
pengembangan dan/atau rekayasa untuk dikembangkan menjadi produk fisik. Bagian
riset dan pengembangan membuat satu atau beberapa versi bentuk fisik dari
konsep produk agar bisa menemukan sebuah prototipe yang memenuhi konsep produk
dan dapat diproduksi dengan biaya produksi yang telah dianggarkan.
7)
Pengujian pasar (market testing)
Pengujian
pasar ialah keadaan dimana produk dan program pemasaran diperkenalkan kepada
kalangan konsumen yang lebih otentik untuk mengetahui bagaimana konsumen dan
penyalur mengelola, memakai, dan membeli-ulang produk itu dan seberapa luas
pasarnya.
8)
Komersialisasi
Tahap
komersialisasi menyangkut perencanaan dan pelaksanaan strategi peluncuran (launching
strategy) produk baru ke pasar. Dalam melemparkan suatu produk, perusahaan
harus memutuskan: kapan, dimana, pada siapa, dan bagaimana.
5.2 Menjelaskan produk line dan
keterkaitan urutan pekerjaan
A. Landasan Teori Line Balancing
Menurut Gaspersz (2004), line balancing
merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line
ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station dan meminimumkan
total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu. Dalam
penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang dispesifikasikan untuk
setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Menurut Purnomo
(2004), line balancing merupakan sekelompok orang atau mesin yang melakukan
tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk yang diberikan kepada masing-masing
sumber daya secara seimbang dalam setiap lintasan produksi, sehingga dicapai
efisiensi kerja yang tinggi di setiap stasiun kerja. Line balancing adalah
suatu penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan
dalam satu lintasan atau lini produksi. Stasiun kerja tersebut memiliki waktu
yang tidak melebihi waktu siklus dan stasiun kerja. Fungsi dari Line balancing
adalah membuat suatu lintasan yang seimbang.
Tujuan pokok dari penyeimbangan lintasan
adalah meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lintasan yang ditentukan
oleh operasi yang paling lambat (Baroto, 2002).
Manajemen industri dalam menyelesaikan masalah
line balancing harus mengetahui tentang metode kerja, peralatanperalatan, mesin-mesin,
dan personil yang digunakan dalam proses kerja. Data yang diperlukan adalah
informasi tentang waktu yang dibutuhkan untuk setiap assembly line dan precedence
relationship. Aktivitas-aktivitas yang merupakan susunan dan urutan dari
berbagai tugas yang perlu dilakukan, manajemen industri perlu menetapkan
tingkat produksi per hari yang disesuaikan dengan tingkat permintaan total,
kemudian membaginya ke dalam waktu produktif yang tersedia per hari. Hasil ini
adalah cycle time yang merupakan waktu dari produk yang tersedia pada setiap
stasiun kerja (work station) (Baroto, 2002). Hubungan atau saling keterkaitan
antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu diagram
yang disebut precedence diagram atau diagram pendahuluan. Dalam suatu
perusahaan yang memiliki tipe produksi massal, yang melibatkan sejumlah besar
komponen yang harus dirakit, perencanaan produksi memegang peranan yang penting
dalam membuat penjadwalan produksi (production schedule) terutama dalam masalah
pengaturan operasi-operasi atau penugasan kerja yang harus dilakukan. Keseimbangan
lini sangat penting karena akan menentukan aspek-aspek lain dalam sistem
produksi dalam jangka waktu yang cukup lama. Beberapa aspek yang terpengaruh
antara lain biaya, keuntungan, tenaga kerja, peralatan, dan sebagainya. Keseimbangan
lini ini digunakan untuk mendapatkan lintasan perakitan yang memenuhi tingkat
produksi tertentu. Demikian penyeimbangan lini harus dilakukan dengan metode
yang tepat sehingga menghasilkan keluaran berupa keseimbangan lini yang terbaik.
Tujuan akhir pada line balancing adalah memaksimasi kecepatan di tiap stasiun
kerja sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi di tiap stasiun (Kusuma, 1999).
Definisi Line Balancing
Line balancing adalah merupakan teknik yang
digunakan dalam suatu sistem produksi untuk mendapatkan nilai efisiensi dan ekonomis. Dalam suatu line
produksi yang kontinu akan terdapat beberapa workstations (tempat suatu operasi
produksi dari yang satu operasi ke operasi selanjutnya dalam memproses produk).
Gabungan dari semua workstations ini disebut sebagai line produksi.(Sharma,
2001) Umumnya produk atau part bergerak dari satu workstation ke workstation
berikutnya, baik secara manual atau dengan sistem handling mekanikal. Dalam
kasus seperti ini jika ada line stops, ini akan mengakibatkan mesin dan
operator produksi berhenti bekerja dan ini akan menjadi biaya. Oleh sebab itu
sangat penting untuk menyeimbangkan beban kerja dari manusia (operator
produksi) dan mesin sepanjang line dan memberikan beban kerja yang seimbang
untuk semua workstations (mesin dan manusia). Line balancing dalam suatu layout
adalah susunan dari kapasitas mesin untuk memberikan flow yang seragam terhadap
kapasitas produksi. Product layout membutuhkan line balancing, karena jika line
produksinya tidak seimbang, makan utilisasi dari mesin-mesinnya akan rendah. Line
produksi secara umum dapat dijelaskan sebagai suatu susunan dari pekerjaan, di
mana operasi yang berurutan akan berada langsung di depan/belakangnya dan
material bergerak secara kontinu dan dengan kecepatan yang seragam sepanjang
line/workstation tersebut.
Untuk sebuah line produksi, kondisi sebagai
berikut harus ada:
1. Permintaan yang cukup/sufficient demand Perencanaa
2. Line harus beroperasi dengan
berkesinambungan dengan dasar bahwa tidak boleh ada kerusakan mesin atau
peralatan Operasi individual harus memiliki waktu yang hampir sama antara yang
satu dengan yang lain, di mana output dari line akan ditentukan dari line yang
paling lambat.
2.3.2. Keseimbangan Kapasitas Pabrik
Fase yang penting dalam membuat layout adalah
fase pemilihan, integrasi fisik, dan pengaturan dari peralatan/mesin dan
bangunan untuk mencapai suatu koordinasi dalam proses produksi. Keseimbangan
dari kapasitas produksi dari seluruh line produksi sangat penting untuk menjaga
kesinambungan dalam aliran kerja.
Pemilihan yang efektif dari peralatan/mesin
produksi akan menghasilkan suatu kesimbangan dari kapasitas dari berbagai unit
perlatan/mesin yang pada akhirnya akan menghasilkan aliran kerja yang seimbang.
Kelebihan kapasitas dalam suatu proses produksi tidak akan produktif, sementara
kekurangan peralatan/mesin yang cukup sepanjang line produksi akan membuat
bottlenecks. Dalam suatu kondisi yang ideal, mesin dan peralatan akan dioperasikan
sampai batas maksimum kapasitasnya dan bekerja dengan efisiensi yang optimum. Integrasi
yang tepat dari mesin-mesin produksi untuk menjaga kesinambungan dari aliran
kerja, harus memperhatikan/mempertimbangkan :
1. Machine time (rate of output)
Harus ada keseimbangan dan integrasi dari
berbagai unit mesin untuk mencapai kontinuitas dari total aliran dalam tahapan
operasi.
2. Interruptions and emergencies
Kontinuitas dari aliran kerja dapat terganggu
oleh kerusakan dari salah satu mesin yang terdapat di line produksi. Adalah
penting untuk memastikan proses apa yang dapat terganggu dan sejauh apa proses tersebut
dapat berhenti. Jika kemungkinan terjadinya kerusakan pada proses kerja
tersebut besar, maka harus dibuatkan WIP (work in process) di antara proses
tersebut atau dengan menyediakan tambahan mesin untuk proses tersebut.
2.3.3. Tujuan Line Balancing
Tujuan utama dari line balancing adalah untuk
mendistribusikan secara merata pekerjaan di setiap workstation untuk
meminimalkan waktu idle dari manusia dan mesin. Line balancing dilakukan untuk
mendapatkan kapasitas yang seimbang atau optimum dan keseimbangan aliran kerja
(production flow) serta perhitungan jumlah tenaga kerja yang efisien.. Produk
layout membutuhkan line balancing dan jika line produksi tersebut tidak
seimbang, maka utilisasi mesin akan menjadi rendah. Untuk design layout yang
menggunakan line balancing harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Produksi didesain pada kapasitas output
yang diinginkan.
2. Urutan kerja proses/alur kerja proses
terlihat.
3. Line harus efisien.
layout yang balance akan menghasilkan waktu
operasi atau nilai output yang seimbang dalam proses secara keseluruhan. Dalam
sebuah line yang seimbang, tidak akan terjadi bottleneck maupun kelebihan hasil
proses dari salah satu workstation.
Assembly line yang paling umum adalah ban
berjalan (conveyor) yang meneruskan beberapa workstations dalam waktu yang
sama/bersamaan yang disebut sebagai workstation cycle time (biasa disebut juga
dengan waktu di mana unit produk yang sesuai standar keluar dari ujung line).
Pada setiap workstations, pekerjaan pemberian nilai tambah terhadap produk
dilakukan baik dengan menambah part atau dengan menyelesaikan operasi assembly.
Pekerjaan yang dilakukan pada setiap workstation ini adalah merupakan bagian
dari banyak pekerjaan kecil. Total pekerjaan yang dilakukan di workstation
tersebut adalah merupakan total dari pekerjaan yang dilakukan di workstation
tersebut. Masalah yang ada di assembly-line balancing ini adalah bagaimana
memberikan semua pekerjaan ke semua workstations sehingga setiap workstations
tidak memiliki waktu lebih untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan selain
dari waktu yang telah ditetapkan sesuai dengan workstation cycle time, dan
waktu kosong (idle time) dari semua workstations dapat diminimalkan. Masalah
ini akan semakin kompleks dengan adanya hubungan dari berbagai pekerjaan
tersebut yang terkait dengan product design dan proses teknologi, ini biasanya
disebut sebagai precedence relationship, yang menjelaskan urutan pekerjaan
(task) yang harus dikerjakan di assembly process.
Total pekerjaan yang dilakukan di workstation tersebut
adalah merupakan total dari pekerjaan yang dilakukan di workstation tersebut.
Masalah yang ada di assembly-line balancing ini adalah bagaimana memberikan
semua pekerjaan ke semua workstations sehingga setiap workstations tidak
memiliki waktu lebih untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan selain dari
waktu yang telah ditetapkan sesuai dengan workstation cycle time, dan waktu
kosong (idle time) dari semua workstations dapat diminimalkan. Masalah ini akan
semakin kompleks dengan adanya hubungan dari berbagai pekerjaan tersebut yang
terkait dengan product design dan proses teknologi, ini biasanya disebut
sebagai precedence relationship, yang menjelaskan urutan pekerjaan (task) yang
harus dikerjakan di assembly process.
5.3 Proses Produksi
A.
Pengertian Proses Produksi
Kegiatan
utama yang bersangkutan dengan manajemen produksi adalah proses produksi.
Proses produksi adalah metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah
kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber antara lain
tenaga kerja, bahan-bahan, dana dan sumberdaya lain yang dibutuhkan.
Produksi
merupakan suatu sistem dan di dalamnya terkandung tiga unsur, yaitu input,
proses, dan output. Input dalam proses produksi terdiri atas bahan baku/ bahan
mentah, energi yang digunakan dan informasi yang diperlukan. Proses merupakan
kegiatan yang mengolah bahan, energi dan informasi perubahan sehingga menjadi
barang jadi. Output merupakan barang jadi sebagai hasil yang dikehendaki
B.
Jenis-jenis Proses Produksi
Proses
produksi pada umumnya dapat dipisahkan menurut berbagai segi. Pemilihan sudut
pandang yang akan digunakan untuk pemisahan proses produksi dalam perusahaan
ini akan tergantung untuk apa pemisahan tersebut dilaksanakan serta penentuan
tipe produksi didasarkan faktor seperti volume atau jumlah produk yang akan
dihasilkan, kualitas produk yang diisyaratkan
dan peralatan yang tersedia untuk melaksanakan proses.
1.
Jenis proses produksi ditinjau dari segi wujud proses produksi
a.
Proses produksi kimiawi
Proses
produksi kimiawi merupakan suatu proses produksi yang menitikberatkan kepada
adanya proses analisa atau sintesa serta senyawa kimia. Contoh perusahaan
obat-obatan, perusahaan tambang minyak dan lain-lain.
b.
Proses produksi perubahan bentuk
Proses
perubahan bentuk adalah proses produksi dimana dalam pelaksanaannya
menitikberatkan pada perubahan masukan (input) menjadi keluaran (output)
sehingga didapatkan penambahan manfaat atau faedah dari barang tersebut.
Contohnya perusahaan mebel, perusahaan garmen dan lain-lain.
c.
Proses produksi assembling
Proses
produksi assembling merupakan suatu proses produksi yang dalam pelaksanaan
produksinya lebih mengutamakan pada proses penggabungan dari komponen-komponen
produk dalam perusahaan yang bersangkutan atau membeli komponen produk yang
dibeli dari perusahaan lain. Contohnya perusahaan yang memproduksi peralatan
elektronika, perakitan mobil dan lain sebagainya.
d.
Proses produksi transportasi
Proses
produksi transportasi merupakan suatu proses produksi dengan jalan menciptakan
jasa pemindahan tempat dari barang ataupun manusia. Dengan adanya pemindahan
tempat tersebut maka barang atau manusia yang bersangkutan ini akan mempunyai
kegunaan atau merasakan adanya tambahan manfaat. Contohnya perusahaan kereta
api, perusahaan angkutan dan lain-lain.
e.
Proses produksi penciptaan jasa administrasi
Proses
produksi penciptaan jasa administrasi adalah suatu proses produksi yang
memberikan jasa administrasi kepada perusahaan-perusahaan yang lain atau
lembaga-lembaga yang memerlukannya. Pemberian metode penyusunan, penyimpanan
dan penyajian data serta informasi yang diperlukan oleh masing-masing
perusahaan yang memerlukannya merupakan jasa yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan
semacam ini. Contohnya lembaga konsultan manajemen dan akuntansi, biro
konsultan manajemen, dan lain-lain.
2.
Jenis proses produksi ditinjau dari segi arus proses produksi
a.
Proses produksi terus-menerus (continuous processes)
Proses
produksi terus-menerus adalah proses produksi yang mempunyai pola atau urutan
yang selalu sama dalam pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan.
Ciri-ciri
:
1)
Produksi dalam jumlah besar, variasi produk sangat kecil dan sudah
distandarisir.
2)
Menggunakan product lay out atau departmentation by product.
3)
Mesin bersifat khusus.
4)
Operator tidak mempunyai keahlian yang tinggi.
5)
Salah satu mesin/ peralatan rusak atau terhenti, seluruh proses produksi
terhenti.
6)
Tenaga kerja sedikit.
7)
Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses kecil.
8)
Dibutuhkan maintenance specialist yang berpengetahuan dan pengalaman yang
banyak.
Kebaikan:
1)
Biaya per unit rendah bila produk dalam volume yang besar dan distandardisir.
2)
Pemborosan dapat diperkecil karena menggunakan tenaga mesin.
3)
Biaya tenaga kerja rendah.
4)
Biaya pemindahan bahan di pabrik rendah karena jaraknya lebih pendek.
Kekurangan:
1)
Terdapat kesulitan dalam perubahan produk.
2)
Proses produksi mudah terhenti yang menyebabkan kemacetan seluruh proses
produksi.
3)
Terdapat kesulitan menghadapi perubahan tingkat permintaan.
b.
Proses produksi terputus-putus (intermitten processes)
Proses
produksi terputus-putus adalah suatu proses produksi dimana arus proses yang
ada dalam perusahaan tidak selalu sama.
Ciri-ciri:
1)
Produk yang dihasilkan dalam jumlah kecil, variasi sangat besar.
2)
Menggunakan mesin-mesin bersifat umum dan kurang otomatis.
3)
Operator mempunyai keahlian yang tinggi.
4)
Proses produksi tidak mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan di salah satu
mesin.
5)
Menimbulkan pengawasan yang lebih sukar.
6)
Persediaan bahan mentah tinggi.
7)
Membutuhkan tempat yang besar.
Kelebihan:
Fleksibilitas
yang tinggi dalam menghadapi perubahan produk yang berhubungan dengan mesin
bersifat umum yaitu system pemindahan menggunakan tenaga manusia, diperoleh
penghematan uang dalam investasi mesin yang bersifat umum dan proses produksi
tidak mudah terhenti, walaupun ada kerusakan di salah satu mesin.
Kekurangan:
1)
Dibutuhkan scheduling dan routing yang banyak karena produk berbeda tergantung
pemesanan.
2)
Pengawasan produksi sangat sukar dilakukan.
3)
Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses cukup besar.
4)
Biaya tenaga kerja dan pemindahan bahan sangat tinggi, karena menggunakan
banyak tenaga kerja dan mempunyai tenaga ahli.
c.
Proses produksi campuran
Proses
produksi ini merupakan penggabungan dari proses produksi terus-menerus dan
terputus-putus. Penggabungan ini digunakan berdasarkan kenyataan bahwa setiap
perusahaan berusaha untuk memanfaatkan kapasitas secara penuh.
3.
Jenis proses produksi ditinjau dari segi keutamaan proses produksi
Pada
umumnya manajemen perusahaan akan mengadakan pemisahan jenis proses produksi
dalam perusahaan atas dasar keutamaan proses produksi dalam perusahaan yang
bersangkutan yaitu proses produksi utama dan proses produksi bukan utama.
Adapun
proses produksi utama meliputi:
a)
Proses produksi terus-menerus
b)
Proses produksi terputus-putus
c)
Proses produksi proses
d)
Proses produksi proses yang sama
e)
Proses produksi proyek khusus
f)
Proses produksi industri berat
Proses
produksi bukan utama meliputi:
a)
Penelitian
b)
Model
c)
Prototipe
d)
Percobaan
e)
Demonstrasi
4.
Jenis proses produksi ditinjau dari segi penyelesaian proses produksi
Tujuan
pemisahan proses produksi menurut segi penyelesaian proses ini pada umumnya
untuk mengadakan pengendalian kualitas dari proses produksi di dalam perusahaan
yang bersangkutan. Pada umumnya dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a)
Proses produksi tipe A
Proses
produksi ini merupakan suatu tipe dari proses produksi dimana dalam setiap
tahap proses produksi yang dilaksanakan dalam perusahaan dapat diperiksa secara
mudah. Dengan demikian pengendalian proses dapat dilaksanakan pada setiap tahap
proses, sesuai dengan yang dikehendaki oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan.
b)
Proses produksi tipe B
Proses
produksi tipe ini merupakan suatu proses produksi dimana di dalam penyelesaian
proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan akan terdapat beberapa
ketergantungan dari masing-masing tahap proses produksi, pemeriksaan hanya
dapat dilaksanakan pada beberapa tahap tertentu saja. Dengan demikian
pengendalian proses produksi yang dilaksanakan dalam perusahaan akan terbatas
kepada beberapa tahap proses yang dapat diperiksa secara mudah.
c)
Proses produksi tipe C
Perusahaan
yang penyelesaian produksinya termasuk di dalam kategori proses produksi tipe C
ini adalah perusahaan yang melaksanakan proses penggabungan atau pemasangan
(assembling). Pelaksana proses produksi dalam perusahaan tersebut dilakukan
dengan pemasangan atau penggabungan komponen-komponen produk.
d)
Proses produksi tipe D
Proses
produksi tipe ini merupakan proses produksi yang dilaksanakan dalam perusahaan
dengan menggunakan mesin dan peralatan produksi otomatis. Mesin dan peralatan
produksi yang dipergunakan dalam perusahaan tersebut dilengkapi dengan beberapa
peralatan khusus untuk melaksanakan pengendalian proses produksi dalam
perusahaan yang bersangkutan.
e)
Proses produksi tipe E
Proses
produksi ini merupakan proses produksi dari perusahaan-perusahaan dagang dan
jasa. Pelaksanaan proses produksi yang agak berbeda dengan
perusahaan-perusahaan semacam ini menjadi agak berbeda dengan beberapa
perusahaan yang melaksanakan processing dalam proses produksi yang dilaksanakan
dalam perusahaan yang bersangkutan.
5.4. Memperbaiki
aliran proses produksi.
5.4.1 Metode Mendapatkan Keseimbangan
Kapasitas
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan kapasitas yang berimbang adalah :
1. Dengan menetapkan kapasitas total proses
mengacu kepada kapasitas salah satu sub-proses yang dianggap sebagai kapasitas
rata-rata.
2. Dengan melakukan penggabungan beberapa
sub-proses dan melakukan perubahan dalam urutan aliran kerja dengan tujuan agar
dapat menggabungkan beberapa pekerjaan untuk dikerjakan oleh seorang operator.
3. Dengan melakukan sistem operator ikut
bergerak naik dan turun sepanjang aliran proses, dengan tujuan agar dapat
membantu menyelesaikan pekerjaan di station di depannya atau di belakangnya sehingga
dapat mempercepat waktu proses (mengurangi/menghilangkan waktu tunggu)
4. Melakukan percepatan waktu untuk
proses-proses yang lambat (bottleneck) dengan beberapa cara :
1)
membuat alat bantu khusus.
2)
mengembangkan alat feeding yang
otomatis.
3)
membuat alat bantu untuk material input
maupun output dalam proses kerja.
4)
dengan melakukan training proses kerja
sehingga waktu operasi dapat dipercepat dengan memberlakukan sistem insentif.
5. Dengan melakukan sistem lembur (extra hours)
untuk proses yang bottleneck/lambat sehingga memiliki WIP yang cukup banyak
untuk proses berikutnya. Tetapi dengan sistem ini akan membuat kita harus memiliki
area yang cukup besar untuk WIP ini.
Selain beberapa cara yang telah disebutkan di
atas, kita juga dapat melakukan line balancing dengan mengacu ke metode Helgeson
dan Birnie, yaitu :
1. Membuat diagram precedence-nya
2. Menentukan urutan proses kerja/flow process
secara berurutan dari yang memiliki waktu paling lama (longest path) sampai ke
yang memiliki waktu proses paling singkat.
3. Menentukan elemen kerja masing-masing workstation
yang telah ditentukan urutannya tersebut.
4. Jika setelah melakukan elemen kerja
tersebut dan ternyata masih ada waktu tersisa, maka dapat melakukan pekerjaan
urutan berikutnya sepanjang tidak melanggar kaidah urutan proses kerjanya dan
total waktunya tidak akan melebihi cycle timenya.
Menurut Chase, Jacobs, dan Aquilano, 2004
langkah-langkah dalam melakukan balancing assembly line adalah sebagai berikut
:
1. Tentukan hubungan sequential/berurutan dari
semua proses kerja dengan menggunakan diagram precedence. Diagram ini akan terdiri
dari lingkaran dan panah. Lingkaran akan melambangkan proses kerja individual
dan panah akan melambangkan urutan dari pekerjaan yang akan dilakukan.
2. Tentukan workstation cycle time ( C )
dengan menggunakan rumus :
C = production time per day / required output
per day (dalam units)
3. Tentukan jumlah minimum dari workstations yang
dibutuhkan secara teoritis untuk memenuhi batasan cycle time dari workstations tersebut
dengan menggunakan rumus :
Nt = Sum of task times ( T ) / Cycle time ( C
)
4.
Buat aturan primer untuk menentukan proses kerja mana yang akan diterapkan ke workstation
tersebut dan aturan secondary jika terjadi pilihan yang sama.
5.
Pemberian proses kerja, satu per satu, ke workstation pertama sampai jumlah
dari waktu proses kerja sama dengan cycle time workstation atau tidak ada
proses kerja lainnya yang dapat dikerjakan karena batasan waktu atau aturan.
Ulangi langkah ini untuk proses kerja di workstation 2, workstation 3 dan
seterusnya sampai semua proses kerja dilakukan.
6.
Evaluasi efisiensi dari keseimbangan dengan menggunakan rumus :
Efficiency
= Sum of task times ( T ) / Actual number of workstations (Na) x Workstation
cycle time ( C )
7.
Jika efisiensi yang ada tidak memenuhi harapan, maka lakukan rebalance dengan
menggunakan decision rule yang berbeda.
5.4.2
Balancing Loss
Balancing
loss adalah sejumlah waktu yang terbuang di line proses akibat ketidak
seimbangan pembagian kerja operator atau workstations.
Ketidakseimbangan
ini dapat dikurangi dengan cara :
1.
Merubah desain produk atau sistem/aliran proses.
2.
Mengatur ulang alokasi pekerjaan di antara operator untuk mendapatkan keseimbangan
dalam beban kerja.
3.
membedakan jumlah operator pada setiap proses sesuai dengan beban kerjanya.
4. Memperbaiki cara/proses kerjanya agar waktu
proses dapat diperbaiki/ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar